Selamat Datang di Pendidikanku

Guru, Bagai Katak dalam Tempurung

12 Aug 20130 komentar

tempurung
Guru, Bagai Katak dalam Tempurung
Jika berbicara pendidikan maka guru tidak bisa dilepaskan dalam pembahasan didalamnya, karena sejatinya gurulah aktor terpenting dalam pelaksanaannya di lapangan. Menengok sejarah Jepang yang kini menjadi salah satu negara tersukses di asia, pasca dibomnya dua kota besar di Jepang, Hirosima dan Nagasaki, yang ditanyakan Kaisar Jepang pada saat itu adalah berapa jumlah guru yang masih hidup?
Mengapa Jepang melakukan ini? karena mereka menyadari bahwa dengan adanya guru perubahan sebuah negara bisa dilakukan, maju mundurnya sebuah negara bisa diupayakan dengan memperbaiki sistem pendidikannya. Apakah hanya banyaknya guru yang dibutuhkan? Tentu tidak hanya kuantitas, tapi kualitas menjadi penting untuk melakukan sebuah perubahan.
Jika dilihat dari rasio jumlah guru berbanding jumlah peserta didik di Indonesia merupakan yang “termewah” di dunia. Rasio di Indonesia, ungkapnya, sekitar 1:18. Angka tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan negara maju seperti Korea (1:30), atau Jerman (1:20) (www.Kompas.com).
                Jika melihat rasio ini, tentunya guru di Indonesia mencukupi. Permasalahan yang ada hanyalah penyebaran yang tidak merata, namun ini tidak menjadikan Indonesia lebih baik pendidikannya dibandingkan dengan Korea atau Jerman.
Secara umum, kualitas guru dan kompetensi guru di Indonesia juga masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi kualifikasi pendidikan, hingga saat ini, dari 2,92 juta guru, baru sekitar 51 persen yang berpendidikan S-1 atau lebih, sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1.
Begitu pun dari persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5 persen guru yang memenuhi syarat sertifikasi. Adapun 861.67 guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi, yakni sertifikat yang menunjukkan guru tersebut professional (www.Kompas.com). Saat ini, kita kehabisan guru-guru yang menginspirasi, guru-guru yang kreatif dan berkualitas. guru saat ini lebih senang berdiam dalam “tempurungnya”.
Tentu kita masih ingat pribahasa bagai katak dalam tempurung, pribahasa yang mempunyai artiorang yang wawasannya tidak terlalu luas, ia tidak tahu situasi lain, selain di sekitar tempatnya berada saja, kira-kira seperti itulah. Menggambarkan masih banyak guru yang masih nyaman mengajar dengan pola lama, tidak mengajar sesuai zaman peserta didiknya. Lebih sering memperbicangkan haknya daripada kewajibannya, padahal guru sebagai sebuah profesi yang utama bagi sebuah negara mempunya peran yang lebih hebat, lebih mulia dari apa yang sekarang guru lakukan.
Ada sebuah kata bijak yang menuliskan, Mengajar adalah profesi yang mengajarkan semua profesi yang lainnyaSaat membaca kata bijak di atas, saya termenung cukup lama dan berpikir tentang kedalaman profesi guru.
Saya berpikir profesi guru amat sangat penting dalam mencetak generasi bangsa yang berkualitas. Ketika guru mengajar dalam satu kelas, maka sesungguhnya guru telah mendidik potensi bangsa ini. Bayangkan jika guru yang mengajar pada saat itu tidak mengajar dengan semestinya, maka berapa potensi bangsa ini yang akan hancur? Belum lagi dengan kelas yang lainnya? belum lagi dengan sekolah yang lainnya? Dan bagaimana Indonesia nantinya?
Akan berapa banyak lagi asset bangsa ini yang akan hancur?
Jika hal ini terjadi, ketika guru tidak menempatkan fungsi sebagaimana mestinya, bangsa dan negara ini akan tertinggal dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian waktu tidak terbendung lagi perkembangannya, sehingga tidak salah jika kita menempatkan guru sebagai salah satu kunci pembangunan bangsa, untuk menjadi bangsa yang maju di masa yang akan datang.
Diantara tujuh peran guru yang disampaikan WF Connell, diantaranya adalah guru sebagai Model dan Pelajar.
Guru sebagai model atau contoh bagi anak, setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku guru harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Tentu sangat disayangkan jika saat ini masih ada guru yang merokok sambil mengajar, sangat disayangkan jika masih ada guru yang sibuk update status di media social saat kegiatan mengajar berlangsung.
Ketahuilah, jika guru kencing berdiri maka murid akan kencing berlari. Pemandangan anak berseragam sekolah, sambil menikmati rokoknya sudah menjadi pemandangan sehari-hari disekitar kita. Inilah hasil serapan nilai siswa jika guru belum menjadi model.
Guru sebagai pelajarkewajiban menuntut ilmu tidak berhenti walau sudah menjadi guru, justru seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya tidak ketinggalan jaman.
Saat ini perkembangan teknologi sangat pesat perkembangannya, generasi saat ini adalah generasi C (connection), informasi apapun dapat diperoleh dengan mudah dan cepat, jika guru tidak berusaha untuk mengikuti trend ini, bisa saja guru tertinggal jauh dengan siswanya. Wawasannya hanya terbatas dibuku paket pelajaran saja.
Subhanalloh, Ternyata peran seorang guru tidak hanya mengajar saja, memberikan materi maka selesailah tugasnya, tidak hanya itu. Jika kesemuanya dilaksanakan maka lahirlah guru yang inspiratif yang menjadi agen of change di negara ini, Jika gurunya baik, maka baiklah bangsa ini.
Mari kita keluar dari tempurung, berusaha dengan sekuat tenaga agar bisa berpikir lebih luas dan bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat luas dan dunia pendidikan Indonesia.
(sumber KBP)
Share this article :

Post a Comment

Komentarlah dengan bijak dan sopan

 
Support : Pendidikanku | Creating Website | Agus Sukirman
Copyright © 2014. Pendidikanku - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by Pendidikanku
Proudly powered by Blogger